UNGARAN (Cakram.net) – Ide kreatif yang dilakukan oleh tiga siswi SMA Negeri 1 Ungaran membuahkan hasil positif. Berkat ide kreatifnya memanfaatkan limbah puntung rokok menjadi energi alternatif, mereka bakal terbang ke Korea untuk mewakili Indonesia di ajang International Science Festival Korea yang dihelat 17-22 Oktober 2019.
Selama ini limbah puntung rokok dianggap tidak berguna dan hanya dibuang begitu saja. Padahal dalam satu puntung rokok terdapat zat berbahaya yang dapat membunuh lima ikan kecil dan mencemari 200 liter air. Tidak hanya itu, filter rokok juga sulit terurai.
Namun dengan bimbingan salah satu guru, Hari Murti HP, tiga siswi SMAN 1 Ungaran berhasil memanfaaatkan puntung rokok sebagai salah satu bahan utama untuk menyimpan energi panas yang kemudian disalurkan menjadi listrik. Ketiga siswi itu adalah Dheana Zahrani Nareswari, Nafisah Amalia, dan Yumna Dzakirah.
Nafisah menjelaskan, proses pembuatan alat penyimpan panas pada lapisan bawah terdiri semen, karbon armorf, bubuk plastik, dan lapisan seng. Sebagai pembatas bahan tersebut adalah cermin. ‘’Kemudian ada lapisan puntung rokok yang berfungsi untuk menyerap panas dari lapisan atas yang terkena sinar matahari. Lapisan paling atas adalah semen dan karbon armorf,” jelasnya, Senin (14/10/2019).
Menurut Nafisah, semen sebagai bahan utama pembuatan alat tersebut. Karena akan diaplikasikan ke tembok. ‘’Karbon armorf sebagai pengganti pasir, dan bahan yang lebih menyerap panas daripada tembok biasanya,” bebernya.
Untuk membuat prototype ini hanya membutuhkan biaya tidak lebih dari Rp 200 ribu. Hasil percobaan yang telah dilakukan, untuk tembok seberat 8 kilogram dapat mengalirkan listrik 0,8 volt. “Caranya tembok ini dijemur terlebih dahulu untuk menyerap panas. Waktu menjemur paling baik antara pukul 10.00-13.00 WIB, karena suhunya sedang panas-panasnya,” ungkap Nafisah.
Siswi lainnya, Yumma menambahkan energi panas yang terserap bisa disalurkan menjadi listrik. ‘’Kalau susu panas yang terserap semakin tinggi, semakin besar pula tegangan listrik listrik yang dihasilkan,” terangnya.
Guru pembimbing tiga siswi SMAN 1 Ungaran, Hari Murti mengungkapkan awalnya mereka membuat alat radar untuk mendeteksi kebakaran hutan. Tapi prosesnya sangat rumit sementara waktu lomba untuk seleksi yang diselenggarakan di Bandung sudah mepet. ‘’Akhirnya diubah melakukan penelitian berbahan puntung rokok. Untuk membuat alat tersebut butuh waktu sekitar 10 bulan,” paparnya. dede/dhi