UNGARAN, Cakram.net – Kepala Badan Keuangan Daerah (BKUD) Kabupaten Semarang, Abdullah Maskur mengatakan dari hasil kajian pakar dari Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang tentang pendapatan di Kabupaten Semarang diketahui pertumbuhan PBB maju pesat dan cepat. Kajian itu dilakukan tahun 2019 dengan data sampel transaksi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebanyak 1.205 transaksi.
“PBB Kabupaten Semarang berada di wilayah kuadran dua. Artinya, pertumbuhannya maju pesat dan relatif cepat. Tapi kontribusinya perlu ditingkatkan,” ungkap Maskur saat mendampingi Bupati Semarang menerima audiensi kepala desa yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Semarang ‘Hamong Projo’ di Gedung Dharma Satya, kompleks Kantor Bupati Semarang, Senin (3/2/2020).
Rekomendasi dari pakar, lanjut Maskur, dibutuhkan penyesuaian dan evaluasi kebijakan daerah. Terutama berkaitan indikator pembayaran seperti Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menjadi zona nilai tanah (ZNT) dan penggunaan indeks bangunan untuk mengoptimalkan pertumbuhan PBB yang selalu naik cukup signifikan.
“Hasil kajian pakar dapat diterapkan di Kabupaten Semarang dengan mengaju Perda Nomor 4 Tahun 2012. Kalau NJOP diubah menjadi zona nilai tanah, kami yakin kenaikannya akan signifikan. Amanat Perda yang mengatur PBB sama persis dengan amanat Undang-undang,” jelasnya.
Maskur menjelaskan, secara teori target dan realisasi PBB 2024 diprediksi berada di angka 71,9 dengan asumsi tingkat perekonomian nasional dan regional stabil. Untuk optimalisasi realisasi PBB tersebut diperlukan pembaruan data nilai jual objek pajak (NJOP) sesuai dengan harga pasar, namun di satu sisi perlu mempertimbangkan penurunan tarif PBB.
Ia menyebutkan, dari 1.205 transaksi diketahui NJOP sangat tinggi sebanyak 109 transaksi atau 9,05 persen, NJOP tinggi ada 126 transaksi (10,46 persen), NJOP sedang 205 transaksi (17,01 persen), NJOP rendah 220 transaksi (18,26 persen), dan NJOP sangat rendah ada 545 transaksi atau 45,23 persen. Jumlah transaksi dengan NJOP di bawah 65 persen tercatat ada 970 transkasi atau 80,50 persen, sedangkan rata-rata NJOP Kabupaten Semarang di angka 37,69 persen dari harga transaksi.
“Data itu riil, kami ada catatan transaksinya, berapa dan kapan bayarnya. Beda dengan perhitungan ZNT yang acuannya Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 150/PMK.03/2010, dimana ada ketentuan kelas serta zona tanah,” terangnya.
Adanya kenaikan NJOP, jelas Maskur, akan berdampak pada kenaikan pendapatan daerah dan harga tanah di wilayah menuju ZNT Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Ekonomi daerah dan masyarakat atau dunia usaha akan berkembang seiring perkembangan kenaikan harga tanah,” katanya.
Pj Ketua Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Semarang “Hamong Projo” yang juga sebagai Kades Sraten, Tuntang, Rokhmad menyatakan yang dibutuhkan saat ini adalah formulasi yang terbaik untuk penarikan PBB 2020.
“Perlu solusi yang terbaik untuk menjalankan Perda Nomor 4 Tahun 2012 agar tidak memberatkan semua pihak,” ujarnya.
Menyikapi hasil audiensi, Bupati Semarang dr Mundjirin memberikan waktu kepada perwakilan kades dan instansi terkait untuk merumuskan trobosan serta solusi terbaik. Hasilnya rumusan tersebut nantinya akan dituangkan dalam surat edaran atau surat keputusan.
“Bisa dirundingkan dengan BKUD bagaimana baiknya, namun mempertimbangkan kajian serta regulasi yang ada,” tandasnya. (dhi)