PURWAKARTA, Cakram.net – Seorang anggota DPR RI Dedi Mulyadi mengajak masyarakat rutin mengenakan kebaya serta mendidik anak-anak untuk menenun kebaya, karena itu bagian dari pendidikan berkarakter.
“Kebaya itu pakaian tradisional yang dahulu dipakai sehari-hari. Tapi kini hanya bisa ditemui saat acara-acara tertentu,” katanya saat kegiatan reses melalui Festival Kebaya Nusantara di Kabupaten Purwakarta, Jabar, hasil kerja sama dengan Pemkab setempat, Sabtu (21/12/2019).
Sebagai budayawan Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengajak masyarakat untuk kembali mengenakan kebaya yang kini sudah mulai ditinggalkan.
“Ini merupakan pengenalan kembali kebaya nusantara yang sudah mulai ditinggalkan oleh anak-anak kita. Pada kegiatan festival ini tidak hanya kebaya Sunda, di sini juga ada kebaya Jawa, Bali dan pakaian tradisional daerah lainnya,” kata dia.
Ia mengatakan, kebaya merupakan pakaian warisan leluhur. Meski terlihat sederhana, dalam sehelai kain kebaya memiliki makna yang mendalam.
Dari segi bentuk, katanya, kebaya melambangkan karakter masyarakat Indonesia yang ceria, anggun, lemah lembut dan bersahaja.
Menurut dia, setiap perempuan yang mengenakan kebaya sudah pasti memperhatikan etika dan estetika dalam kehidupannya. Sebab, ada sejumlah aturan yang harus diikuti saat mengenakannya.
“Kebaya memang terlihat sederhana, tetapi memiliki makna yang sangat dalam,” ujar pria yang juga Wakil Komisi IV DPR RI itu.
Pada kesempatan itu, mantan Bupati Purwakarta ini mengajak anak-anak menenun sebagai bagian dari pendidikan berkarakter.
Ajakannya disampaikan pada Karnaval Kebaya di depan Gedung Kembar Purwakarta, Sabtu sore, dilanjutkan dengan kegiatan fashion show bertema kebaya pada Sabtu malam.
Dari karnaval yang mengangkat kearifan budaya Indonesia itu, Dedi meminta Dinas Pendidikan di berbagai daerah untuk menitikberatkan pada pendidikan karakter, yang menekankan aspek aplikatif.
“Fashion juga bagian pendidikan karakter untuk perempuan. Memulai kembali mengajarkan anak-anak menenun, menyulam, merenda dan mempola,” kata Dedi.
Jadi, kata dia, anak-anak, tak hanya sekedar diajarkan memakai baju, tapi juga diajarkan untuk menciptakan kain, baik dengan menenun, menyulam, maupun merenda, membuat desain hingga menjahit.
Dedi menyebut, dengan menenun, merenda, menyulam dan mempola, secara tidak langsung juga mengajarkan kesabaran, ketekunan dan ketelitian.
“Ini secara tidak langsung mencetak watak, jatidiri wanita Indonesia,” katanya.
Hal tersebut, juga dinilai penting untuk menekan penggunaan gadget pada anak-anak yang belum cukup umur. Sebab, saat ini generasi tersebut dimanjakan oleh teknologi yang mendorong sikap konsumtif, bukan produktif.
“Anak-anak yang belum cukup umur main gadget karena dimanjakan oleh orang tua. Padahal mereka (orang tua) tak semuanya berkategori mampu. Ini memicu sikap konsumtif dan akhirnya berdampak pada kemiskinan,” katanya. (ant)