UNGARAN (Cakram.net) – Ekspor sarang burung walet melalui Bandara A Yani Semarang cenderung menurun dalam tiga tahun terakhir. Padahal permintaan sarang walet dari negara tujuan eksor semakin banyak.
Hal itu terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang Sinergi dan Akselerasi Ekspor Sarang Burung Walet Produksi Jateng yang digelar Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang di Hotel C3 Ungaran, Rabu (18/9/2019). FGD diikuti sejumlah pengusaha sarang walet di Jawa Tengah.
‘’Ekspor sarang walet tahun 2017 sekitar 64 ton, namun tahun 2018 turun menjadi 54 ton, kemudian tahun 2019 baru 23 ton. Turunnya signifikan. Ini menimbulkan pertanyaan mengingat permintaan darinegara tujuan makin banyak,’’ jelas Plt Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang, Wawan Sutina usai FGD.
Wawan mengungkapkan, dari hasil FGD diketahui ada beberapa hal yang membuat ekspor produk sarang walet melalui Bandara A Yani Semarang menurun. Selain masalah pelayanan, dalam melaksanakan peraturan di setiap daerah tidak sama. ‘’Para pengusaha lebih suka eksportasi lewat Surabaya atau Jakarta. Di sana siapa pun bisa ekspor, baik pribadi maupun perusahaan,’’ ungkapnya.
Menurut Wawan, perlu ada solusi untuk menaikkan eksportasi sarang walet lewat Jawa Tengah. Selain percepatan pelayanan, perlu ada persamaan pelaksanaan peraturan agar seragam. ‘’Pengusaha pasti akan mencari pelayanan yang efisien, efektif, cepat dan tidak sulit. Kita berharap di Jawa Tengah bisa sama dengan Surabaya atau Jakarta,’’ tandasnya.
Wawan mengungkapkan, eksportasi sarang walet di Jawa Tengah hanya dilayani enam forwarder. Padahal eksportir sarang walet di Jawa Tengah lebih dari 200, baik perusahaan maupun perorangan. ‘’Potensi ekspor industri sarang walet di Jawa Tengah lebih dari Rp 10 triliun per tahun, tapi saat ini baru didapat Rp 2,5 triliun. Perlu adanya pembenahan-pembenahan supaya tidak terjadi stagnan,’’ ujarnya.
Pemilik PT Waleta Salatiga, Joko Hartanto mengaku dirinya sebagai pengusaha hanya mengirim barang ke forwarder (perusaahaan yang mengurusi pengiriman dan penerimaan barang ekspor dan impor). Sehingga pengiriman barang ke negara tujuan ditangani oleh forwarder. ‘’Masalah pemilihan lewat Jawa Tengah, Jawa Timur atau Jakarta bukan kami. Kita hanya kirim barang ke forwarder saja, dari forwarder yang mengirim ke pembeli kami di Tiongkok,’’ jelasnya.
Joko menandaskan, dirinya hanya fokus untuk membuat produksinya sesuai standar ppangan yang baik dan sesuai persyaratan dari Departemen Pertanian. Sehingga produknya bisa diterima pasar luar negeri. ‘’Kami hanya berpikir sederhana, bagaimana barang sampai pembeli dengan cepat dan kondisinya baik,’’ katanya. dhi