SOLO, Cakram.net – Keputusan Presiden Jokowi yang menggabungkan Pendidikan Tinggi (Dikti) ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dari sebelumnya di bawah Kemenristek Dikti mendapatkan sorotan kalangan pimpinan perguruan tinggi di Surakarta. Selain perlunya menata organisasi, Mendikbud harus menyatukan dua rumah besar yang sebelumnya terpisah menyusul masuknya Dikti ke Kemendikbud.
“Penggabungan Dikti ke lingkungan Kemendikbud butuh waktu yang tidak singkat guna melakukan penataan organisasi,” ujar Rektor UNS Jamal Wiwoho diamini Rektor UMS Sofyan Anif, saat ditemui usai upacara Hari Jadi Ke-61 Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Kamis (24/10/2019).
Jamal mengatakan, kembalinya Dikti ke Kemendikbud menjadikan Kemendibud kembali seperti lima tahun sebelumnya. Meski demikian, harus ada sinkronisasi dan koordinasi antara Sekjen Kemendikbud dan Kemenrintek terkait pemisahan Dikti tersebut.
“Pengabungan Dikti ke Kemendikbud memunculkan persoalan internal dalam organisasi berupa penataan personil, karena menyangkut jumlah personil besar sehingga butuh waktu. Belum lagi persoalan sinkronisasi berbagai hal yang menyangkut kebijakan,” ungkapnya.
Masuknya Dikti ke Kemendikbud dinilai sebuah hal positif. Sebab kebijakan pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA/SMK hingga pendidikan tinggi dalam satu kendali alias tidak terpotong- potong. “Kalau kemarin itu semacam ‘terpotong’ lantaran PAUD, pendidikan dasar dan menengah ada di Kemendikbud, sedangkan pendidikan tinggi di Kemenristek. Kondisi sekarang kebijakan pendidikan akan nyambung, karena satu kendali,” jelas Jamal.

Sementara Sofyan Anif ketika diminta tanggapannya menduga Presiden Jokowi melihat kepentingan adanya local map, sehingga riset yang dikeluarkan dari Kemendikbud lebih fokus dan ke depannya dapat bergandengan dengan industri. Salah satu ciri negara maju yang ilmu pengetahuan dan teknologinya berkembang baik itu, maka riset yang dilakukan harus match dengan kebutuhan industri.
“Mendikbud punya tugas besar menyatukan Dikti dan Dikdas (pendidikan dasar). Ini bukan hal mudah, apalagi Pak Menteri tidak punya pengalaman di bidang itu. Proses penyatuan butuh waktu setidaknya dua tahun untuk bisa kembali lancar, padahal Mendikub sebelumnya sudah meletakkan fondasi terkait riset, di antaranya Sinta,” terang Sofyan Anif. (baw/dhi)